Hasil penelitian selama 20 tahun terakhir
ini menunjukkan bahwa senyawa polifenol yang terdapat di dalam teh mampu
mengurangi risiko kanker dan penyakit jantung koroner.
Seduhan air daun teh (Camellia sinensis),
telah dikonsumsi manusia sejak dahulu kala. Teh mengandung banyak senyawa,
termasuk campuran berbagai senyawa polifenol yang diyakini memiliki potensi
untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah berbagai penyakit.
Sesudah air, teh adalah minuman yang
paling banyak dikonsumsi oleh manusia dalam jumlah kira-kira 120 ml per kapita
per hari. Ada dua bentuk produk daun teh yang siap untuk dikonsumsi, yakni teh
hitam dan teh hijau. Teh hitam paling banyak dikonsumsi (80 persen) sedangkan
teh hijau berkisar 20 persen saja.
Teh hitam biasanya dikonsumsi di
negara-negara barat dan di beberapa negara Asia, sedangkan teh hijau terutama
dikonsumsi di Cina, Jepang, India dan beberapa negara di Afrika Utara dan Timur
Tengah. Teh hitam diolah dengan cara yang berbeda dari teh hijau, sehingga
kandungan kimianya berbeda pula.
Beda pengolahan
Pengolahan teh hijau dimulai dengan
pemetikan daun teh hijau dan secepat mungkin dipanaskan dengan uap untuk
menonaktifkan enzim. Dengan demikian proses fermentasi (peragian) dapat
dicegah, kemudian dikeringkan. Teh hijau mengandung epikatekin sebagai komponen
polifenol utama, yang memiliki aroma dan karakteristik dari teh hijau.
Sedangkan teh hitam pengolahannya dimulai
dengan membiarkan daun teh segar yang telah dipetik menjadi layu, sampai
mencapai kadar air sekitar 55 persen dibandingkan dengan kadar air di
dalam daun segar, sehingga terjadi pemekatan dari polifenol di dalam daun teh.
Daun yang telah dilayukan kemudian
digulung dan diremukkan, untuk memulai proses fermentasi dari senyawa-senyawa
polifenol. Proses ini akan memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi dari
polifenol secara enzimatik oleh enzim polifenoloksidase.
Selama proses fermentasi, katekin diubah
menjadi theaflavin dan thearubigin. Komposisi kimia dari teh hijau sama dengan
daun teh segar. Teh hijau mengandung senyawa-senyawa polifenol yang terdiri
dari flavonol, flavandiol, flavonoida dan asam-asam fenolat yang diperkirakan
30 persen dari berat kering daun teh hijau.
Umumnya senyawa polifenol di dalam teh
hijau adalah kelompok flavonol yang dikenal sebagai katekin yang terdiri dari
epikatekin, epikatekin-3-gallat, epigallokatekin dan epigallokatekin-3-gallat
(EGKG). Di dalam teh hitam, polifenol utama adalah theaflavin dan theatrubigin.
Unggul teh hijau
Polifenol
teh hijau jauh lebih berperan untuk mencegah terjadinya kanker dibandingkan
polifenol teh hitam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada binatang
percobaan polifenol teh terutama mencegah terjadinya kanker yang ditimbulkan
oleh zat-zat kimia (karsinogen) dan kanker kulit karena radiasi sinar
ultraviolet.
Penyakit
kanker karena zat-zat kimia dapat dicegah dengan mengkonsumsi the. Kanker
tersebut meliputi kanker paru-paru, lambung, kerongkongan, usus duabelas jari,
pankreas, hati, payudara, usus besar dan kulit.
Relevansi informasi hasil percobaan pada hewan
ini terhadap kesehatan manusia, dapat dikonfirmasi melalui observasi
epidemiologis, terutama pada penduduk yang tinggi risiko penyakit kankernya.
Umumnya sifat protektif teh hijau terhadap
kanker diperankan oleh polifenol utama di dalam teh hijau, yakni EGKG. Di
Amerika, ekstrak teh hijau sudah ada yang dimasukkan ke dalam berbagai produk
seperti shampo, krim, minuman, kosmetik, es krim dan lain-lain yang tersedia di
grosir dan apotik-apotik.
Konsumsi teh hijau juga dapat mencegah
terjadinya kanker melalui peningkatan efek penghambatan tumor dari doxorubicin
pada binatang percobaan. Pemberian teh hijau akan menaikkan konsentrasi
doxorubicin hanya di dalam jaringan tumor, tetapi tidak di dalam jaringan
normal.
Polifenol teh hijau umumnya juga akan
meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam proses detoksifikasi,
seperti glutation-S-transferase (GST), yang berfungsi untuk menonaktifkan
karsinogen dan mengeluarkannya dari tubuh. Jika fakta ini dapat dibuktikan pada
manusia, maka teh hijau mempunyai prospek yang baik sebagai kemoterapi kanker.
Sumber:
DR. Jansen Silalahi, staf pengajar Jurusan Farmasi FMIPA USU Medan (Gaya Hidup
Sehat)
0 Response to "Prospek Teh Hijau sebagai Kemoterapi Kanker"
Posting Komentar